Mengurai konflik hukum dalam kasus pidana gendongan memang tidaklah mudah. Kasus ini seringkali menimbulkan perdebatan di kalangan ahli hukum dan masyarakat umum. Apakah tindakan ini benar-benar melanggar hukum ataukah hanya merupakan kebiasaan yang tidak seharusnya dipidanakan?
Menurut Dr. Siti Mar’atus Sholichah, seorang pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia, “Kasus pidana gendongan seringkali menjadi masalah kompleks karena melibatkan pertentangan antara hukum positif dan budaya lokal. Hukum harus bisa mengakomodir keberagaman budaya tanpa melanggar prinsip-prinsip hukum yang telah ada.”
Dalam kasus ini, penting untuk mengkaji lebih dalam mengenai aspek-aspek hukum yang terlibat. Hal ini sejalan dengan pendapat Prof. Dr. Hikmahanto Juwana, seorang ahli hukum pidana dari Universitas Indonesia, yang menyatakan bahwa “Penyelesaian kasus pidana gendongan harus dilakukan dengan cermat dan bijaksana, tanpa merugikan hak-hak individu yang terlibat.”
Namun, konflik hukum dalam kasus pidana gendongan seringkali tidak mudah dipecahkan. Beberapa pihak berargumen bahwa tindakan ini seharusnya tidak dipandang sebagai tindak kriminal, namun lebih sebagai bagian dari kebiasaan masyarakat. Sementara itu, pihak lain berpendapat bahwa tindakan tersebut jelas melanggar hukum dan harus ditindak tegas.
Menurut Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, seorang mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, “Konflik hukum dalam kasus pidana gendongan harus diselesaikan dengan pendekatan yang komprehensif, mengakomodir kepentingan semua pihak yang terlibat. Hukum harus bisa menjaga keseimbangan antara keadilan dan keberagaman budaya.”
Dalam menangani kasus-kasus seperti ini, penting bagi penegak hukum untuk memahami konteks budaya dan sosial di mana tindakan tersebut dilakukan. Hukum harus bisa beradaptasi dengan perkembangan zaman tanpa kehilangan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.
Dengan demikian, mengurai konflik hukum dalam kasus pidana gendongan membutuhkan pendekatan yang bijaksana dan mengedepankan kepentingan semua pihak yang terlibat. Hukum harus bisa menjadi instrumen yang memperkuat keadilan dan menjaga harmoni dalam masyarakat.